Jakarta – Bank Indonesia (BI) telah melaporkan bahwa likuiditas perekonomian, atau uang beredar dalam arti luas (M2). Pada Januari 2025 mengalami pertumbuhan yang lebih tinggi, mencapai Rp9. 232,8 triliun.
“Posisi M2 pada Januari 2025 tercatat sebesar Rp9. 232,8 triliun, dengan pertumbuhan 5,9 persen year on year (yoy), yang lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 4,8 persen (yoy),” ucap Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso dalam keterangan resmi di Jakarta, pada hari Senin.
Ramdan menjelaskan bahwa perkembangan tersebut dipicu oleh pertumbuhan uang beredar sempit (M1) sebesar 7,2 persen (yoy) serta pertumbuhan uang kuasi sebesar 2,2 persen (yoy). Secara rinci, komponen M1, yang memiliki pangsa 55,8 persen dari M2, tercatat sebesar Rp5. 115,0 triliun pada Januari 2025. Pertumbuhan M1 terutama disebabkan oleh peningkatan uang kartal di luar bank umum dan BPR, serta giro rupiah.
Uang kartal yang beredar di masyarakat pada Januari 2025 tercatat sebesar Rp1. 010,0 triliun, dengan pertumbuhan 10,3 persen (yoy). Sementara itu, giro rupiah tercatat sebesar Rp1. 780,1 triliun, tumbuh 8 persen (yoy), dan tabungan rupiah yang dapat ditarik sewaktuwaktu mencapai Rp2. 364,9 triliun, tumbuh 5,5 persen (yoy).
Selanjutnya, uang kuasi, yang memiliki pangsa 43 persen dari M2, tercatat sebesar Rp3. 970,6 triliun. Berdasarkan komponen uang kuasi, simpanan berjangka, tabungan lainnya, dan giro valas masingmasing menunjukkan pertumbuhan sebesar 2,6 persen (yoy), 3 persen (yoy), dan 0,3 persen (yoy).
Ramdan menyampaikan bahwa perkembangan M2 pada Januari 2025 terutama dipengaruhi oleh penyaluran kredit dan aktiva luar negeri bersih. Penyaluran kredit pada Januari 2025 tumbuh sebesar 9,6 persen (yoy), relatif stabil dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya yang tercatat 9,7 persen (yoy).
Aktiva luar negeri bersih juga mengalami pertumbuhan sebesar 2,4 persen (yoy), yang lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 0,8 persen (yoy). Sementara itu, tagihan bersih kepada pemerintah pusat mengalami kontraksi sebesar 14,3 persen (yoy), setelah sebelumnya terkontraksi sebesar 17,5 persen (yoy).